Pemuliaan tanaman
Plot demonstrasi (demplot) memperlihatkan variasi tinggi tanaman berbagai kultivar
jagung.
Pemuliaan tanaman adalah usaha-usaha yang dilakukan untuk mengubah susunan
genetik tanaman, baik
individu maupun secara bersama-sama (
populasi) dengan tujuan tertentu. Pemuliaan tanaman kadang-kadang disamakan dengan
penangkaran tanaman, kegiatan memelihara tanaman untuk memperbanyak dan menjaga kemurnian; pada kenyataannya, kegiatan penangkaran adalah sebagian dari
pemuliaan. Selain melakukan penangkaran, pemuliaan berusaha memperbaiki mutu genetik sehingga diperoleh tanaman yang lebih bermanfaat.
Pengetahuan mengenai perilaku
biologi tanaman dan pengalaman dalam
budidaya tanaman merupakan hal yang paling menentukan keberhasilan usaha pemuliaan, sehingga buku-buku teks seringkali menyebut pemuliaan tanaman sebagai
seni dan
ilmu memperbaiki keturunan tanaman demi kemaslahatan manusia
[1].
Pelaku pemuliaan tanaman disebut
pemulia tanaman. Karena pengetahuannya, seorang pemulia tanaman biasanya juga menguasai
agronomi dan
genetika. Di
perguruan tinggi, pemuliaan tanaman biasa dianggap sebagai bagian dari agronomi (ilmu produksi tanaman).
Tugas pokok seorang pemulia tanaman adalah merakit
kultivar yang lebih baik
[2]: memiliki ciri-ciri yang khas dan lebih bermanfaat bagi penanamnya. Kultivar juga dikenal awam sebagai
varietas, meskipun keduanya tidak selalu sama artinya. Aplikasi kultivar unggul
padi dan
gandum merupakan salah satu komponen penting dalam
Revolusi Hijau[3], suatu paket penggunaan teknologi modern secara massal untuk menggenjot produksi pangan dunia, khususnya
gandum roti,
jagung, dan
padi. Dilihat dari sudut pandang
agribisnis, pemuliaan tanaman merupakan bagian dari usaha perbenihan yang menempati posisi awal/hulu dari keseluruhan mata rantai industri pertanian.
Tujuan dalam pemuliaan tanaman
Tujuan dalam pemuliaan tanaman dapat bersifat spesifik. Tanaman di bagian kanan atas warna daunnya menjadi merah apabila tempat tumbuhnya mengandung
nitrogen dioksida. Sifat ini dimanfaatkan untuk mendeteksi keberadaan
ranjau yang melepaskan senyawa tersebut.
Tujuan dalam program pemuliaan tanaman didasarkan pada strategi jangka panjang untuk mengantisipasi berbagai perubahan arah konsumen atau keadaan lingkungan. Pemuliaan padi, misalnya, pernah diarahkan pada peningkatan hasil, tetapi sekarang titik berat diarahkan pada perakitan kultivar yang toleran terhadap kondisi ekstrem (tahan genangan, tahan
kekeringan, dan tahan
lahan bergaram) karena proyeksi perubahan iklim dalam 20-50 tahun mendatang. Tujuan pemuliaan akan diterjemahkan menjadi program pemuliaan.
Ada dua tujuan umum dalam pemuliaan tanaman: peningkatan kepastian terhadap
hasil yang tinggi dan perbaikan
kualitas produk yang dihasilkan.
Peningkatan kepastian terhadap hasil biasanya diarahkan pada peningkatan daya hasil, cepat di
panen,
ketahanan terhadap
organisme pengganggu atau kondisi alam yang kurang baik bagi
usaha tani, serta kesesuaian terhadap perkembangan teknologi pertanian yang lain. Hasil yang tinggi menjamin terjaganya persediaan bahan mentah untuk diolah lebih lanjut. Tanaman yang berumur singkat (genjah) akan memungkinkan efisiensi penggunaan lahan yang lebih tinggi. Ketahanan terhadap organisme pengganggu atau kondisi alam yang tidak mendukung akan membantu pelaku usaha tani menghindari kerugian besar akibat serangan
hama,
penyakit, serta bencana alam. Beberapa tanaman tertentu yang dalam usaha budidayanya melibatkan banyak peralatan mekanik memerlukan populasi yang seragam atau khas agar dapat sesuai dengan kemampuan mesin dalam bekerja.
Usaha perbaikan kualitas produk adalah tujuan utama kedua. Tujuan semacam ini dapat diarahkan pada perbaikan ukuran, warna, kandungan bahan tertentu (atau penambahan serta penghilangan substansi tertentu), pembuangan sifat-sifat yang tidak disukai, ketahanan simpan, atau keindahan serta keunikan. Perkembangan
bioteknologi di akhir abad ke-20 telah membantu pemuliaan terhadap tanaman yang mampu menghasilkan bahan pangan dengan kandungan gizi tambahan (
pangan fungsional) atau mengandung bahan pengobatan tertentu (
pharmcrops, kegiatannya dikenal sebagai
crop pharming)
[4]
Sejarah
Kegiatan pemuliaan tanaman dapat dikatakan sebagai tekanan
evolusi yang sengaja dilakukan oleh manusia. Pada masa
prasejarah, pemuliaan tanaman telah dilakukan orang sejak dimulainya
domestikasi tanaman, namun dilakukan tanpa dasar ilmu yang jelas. Sisa-sisa biji-bijian dari situs-situs peninggalan arkeologi membantu menyingkap masa prasejarah pemuliaan tanaman. Catatan-catatan pertama dalam jumlah besar mengenai berbagai jenis tanaman diperoleh dari karya penulis-penulis
Romawi, terutama
Plinius.
Domestikasi
Perkembangan bunga betina jagung dari
teosinte (kiri) tanpa
tongkol menjadi jagung dengan tongkol dan banyak baris.
Para petani di masa-masa awal pertanian selalu menyimpan sebagian
benih untuk pertanaman berikutnya dan tanpa sengaja melakukan pemilihan (seleksi) terhadap tanaman yang kuat karena hanya tanaman yang kuat mampu bertahan hingga
panen[5]. Sifat pertama dalam budidaya tanaman
serealia (bijirin) yang termuliakan adalah ukuran
bulir yang menjadi lebih besar dan menurunnya tingkat kerontokan bulir pada tanaman budidaya apabila dibandingkan dengan moyang liarnya
[6]. Beberapa petunjuk untuk hal ini dapat diperkirakan dari temuan sejumlah sisa bulir
jelai dan
einkorn di lembah
Sungai Eufrat dan
Sungai Tigris (paling tua 9000 SM) serta
padi di daerah aliran
Sungai Yangtze[6]. Temuan serupa untuk
biji polong-polongan berasal dari
India utara dan kawasan
Afrika Sub-Sahara[6].
Perkembangan seleksi lebih lanjut telah menunjukkan kesengajaan dan terkait dengan tingkat kebudayaan masyarakat penanam. Bulir
jagung terseleksi dari
teosinte yang bulirnya keras serta terbungkus sekam, lalu menjadi jagung bertongkol namun bulirnya masih terbungkus
sekam, dan akhirnya bentuk yang berbulir tanpa sekam dan lebih mudah digiling menjadi semakin banyak ditemukan. Beberapa petunjuk yang sama juga terlihat dari temuan-temuan untuk bulir
gandum roti dan jelai
[6]. Contoh lainnya adalah munculnya padi
ketan serta jagung ketan di
Asia Timur dan
Asia Tenggara[6]. Hanya dari wilayah inilah muncul jenis-jenis ketan dari delapan spesies dan menunjukkan preferensi akan sifat ini.
Pemuliaan di masa pramodern
Kebudayaan
Romawi Kuna (abad ke-9 SM – abad ke-5 Masehi) meninggalkan banyak tulisan mengenai keanekaragaman tanaman budidaya dan juga menyebut berbagai variasi setiap jenis.
Cato dengan
De Agri Cultura[7] dan
Plinius (Tua) dengan
Naturalis Historia, misalnya, memberi banyak informasi mengenai variasi tanaman dan khasiat masing-masing bagi kesehatan.
Kitab-kitab suci dari
Asia Barat, seperti
Al-Qur'an[8], juga menyebut tentang variasi pada beberapa tanaman. Hal ini menunjukkan telah ada kesadaran dalam memilih bahan tanam dan pemilihan
kultivar tertentu dengan target konsumen yang berbeda-beda.
Pada awal milenium pertama dan paruh pertama milenium kedua telah terjadi pertukaran komoditi pertanian yang berakibat migrasi sejumlah bahan pangan.
Pisang menyebar dari
Asia Tenggara maritim ke arah barat hingga pantai timur
Afrika. Berbagai tanaman
rempah, seperti
merica dan
ketumbar, dan tanaman "suci", seperti
randu alas dan
beringin, menyebar dari
India ke
Nusantara. Namun demikian, pertukaran tanaman yang intensif terjadi setelah penjelajahan orang Eropa.
Kolonialisme dan penyebaran tanaman "eksotik"
Bermacam-macam variasi kentang. Kentang didatangkan dari Amerika Selatan pada abad ke-15 ke Eropa, lalu menyebar ke Asia.
Meskipun penyebaran tanaman telah terjadi sebelum kolonialisme,
Zaman Penjelajahan (sejak abad ke-14) dan
kolonialisme (penjajahan) yang menyusulnya telah membawa pengaruh yang dramatis dalam budidaya tanaman.
Segera setelah orang
Spanyol dan
Portugis menaklukkan
Amerika dan menemukan jalur laut ke
Tiongkok, terjadi pertukaran berbagai tanaman dari
Dunia Baru ke
Dunia Lama, dan sebaliknya.
Kopi yang berasal Afrika, misalnya, dibawa ke Amerika dan Asia (dibawa ke Nusantara pada abad ke-18 awal
[9]). Kelak (abad ke-18)
tebu juga menyebar dari Asia Tenggara menuju Amerika tropis, seperti
Karibia dan
Guyana. Namun demikian, yang lebih intensif adalah penyebaran berbagai tanaman budidaya penduduk asli Amerika ke tempat lain:
jagung,
kentang,
tomat,
cabai,
kakao,
para (karet), serta berbagai tanaman buah dan hias.
Pada abad ke-18, terjadi gelombang
rasionalisasi di Eropa sebagai dampak
Masa Pencerahan. Orang-orang kaya di Eropa (dan pada tingkat tertentu juga di Tiongkok dan Jepang) mulai meminati koleksi tanaman eksotik dan kebun-kebun
kastil mereka yang luas menjadi tempat koleksi berbagai tanaman dari negeri asing. Pada abad ke-18 mulai berkembang perkebunan-
perkebunan monokultur (satu macam tanaman pada satu petak lahan). Berbagai tanaman penghasil
komoditi dagang utama dunia seperti tebu,
teh,
kopi,
lada, dan
tarum dibudidayakan di berbagai tanah jajahan, termasuk Kepulauan Nusantara, tentu saja dengan melibatkan
perbudakan atau tanam paksa. Pada abad ini pula
cengkeh dan
pala mulai ditanam di luar
Maluku, sehingga harganya menurun dan tidak lagi menjadi rempah-rempah yang eksklusif.
Pola pertanaman monokultur yang diterapkan pada abad ke-18 dan ke-19 di Eropa dan perkebunan-perkebunan di berbagai negeri jajahan memakan korban dengan terjadinya dua wabah besar: serangan
hawar kentang Phytophthora infestans yang menyebabkan
Wabah Kelaparan Besar di
Irlandia,
Skotlandia serta beberapa wilayah Eropa lainnya sejak 1845 akibat dan hancurnya perkebunan
kopi arabika dan
liberika akibat serangan karat daun
Hemileia vastatrix di perkebunan dataran rendah Afrika dan Asia sejak 1861 sampai akhir abad ke-19. Pada tahun 1880-an juga meluas wabah
penyakit sereh di berbagai perkebunan tebu dunia
[10].
Para botaniwan dan ahli pertanian kemudian segera mengambil pelajaran dari kasus-kasus ini untuk menyediakan bahan tanam yang tahan terhadap serangan organisme pengganggu, sekaligus memberikan hasil yang lebih baik. Usaha-usaha perbaikan mutu genetik tanaman perkebunan mulai dilakukan pada akhir abad ke-19 di beberapa daerah koloni, termasuk
Hindia-Belanda.
Kebun penelitian gula (
tebu) pertama kali didirikan di
Semarang tahun 1885 (
Proefstation Midden Java), setahun kemudian didirikan pula di Kagok, Jawa Barat, dan menyusul di
Pasuruan tanggal 8 Juli 1887 (
Proefstation Oost Java, POJ). Salah satu misinya adalah mengatasi kerugian akibat penyakit sereh. Pada tahun 1905 seluruh penelitian gula/tebu dipusatkan di Pasuruan (sekarang menjadi
P3GI)
[11]. Berbagai
klon tebu hasil lembaga penelitian ini pernah termasuk sebagai kultivar tebu paling unggul di dunia di paruh pertama abad ke-20, seperti POJ 2364, POJ 2878, dan POJ 3016 sehingga menjadikan Jawa sebagai produsen gula terbesar di belahan timur bumi
[12].
Pusat Penelitian Karet didirikan di Sungei Putih,
Sumatera Utara, oleh
AVROS, dan pemuliaan
para dimulai sejak 1910
[13]. AVROS juga mendirikan
Pusat Penelitian Kelapa Sawit di Marihat, Sumatera Utara pada tahun 1911, meskipun tanaman ini sudah sejak 1848 didatangkan ke Medan/Deli dan Bogor.